Datoek
Toemenggoeng dalam pidatonya di Volksraad seringkali mengucapkan kata pemimpin
yang paham pergaulan anak negri. Mari kita coba untuk menganalisisnya,
perkataan yang dimaksud memiliki arti bahwa pemimpin harus dekat, paham, dan
memiliki rasa yang sama dengan anak negri (rakyat). Merekalah yang seharusnya
menjadi wakil pemimpin dalam sistem pemerintahan Hindia Belanda. Akan tetapi,
pemerintah jajahan tidak menginginkannya meskipun telah disarankan oleh Prof.
Snouck dan Prof. Van Vollenhoven.
Hal
itu merupakan salah satu faktor kemarahan bangsa Indonesia kepada pemerintah
jajahan karena wakil pemimpin yang mengerti akan keadaannya. Pemimpin mereka
tidak diberikan kesempatan untuk membantu anak negri, yang biasa dekat dan
bergaul dengannya sehari-hari. Kemudian, penulis berusaha membandingkan makna
pemimpin anak negri dewasa ini.
Berangkat
dari penjelasan terkait pemimpin anak negri, mari kita bertanya apakah pemimpin
itu dewasa ini masih ada? Atau dewasa ini pemimpin “menggauli” anak negri? Hal
itu dapat kita lihat dari sudut pandang fungsi partai dewasa ini dan masa lalu,
pemimpin partai atau calon pemimpin yang diajukan oleh partai hanya hadir ke
anak negri ketika pilkada dan pilpres diadakan. Mereka yang hanya mendekat pada
saat pil-pilan itu seakan menggauli rakyat ditengah penderitaannya.
Tidakkah
mereka berusaha memberikan pendidikan politik masyarakat umum? Terutama
pendidikan politik terkait politik sehat (anti money politik). Adapun partai
politik yang menyelenggarakan pendidikan politik, hanya memberlakukan
pendidikan politik itu kepada kadernya saja. Tidakkah mereka belajar dari
partai politik era pergerakan nasional?
Partai
politik era pergerakan nasional memberikan pengetahuan politik kepada
masyarakat umum, tidak hanya kader ! Hal itu dilakukan karena pemimpin sadar
akan apa yang dirasakan oleh anak negeri. Merasakan penderitaan bersama rakyat
dan berusaha mencari cara untuk mengobatinya melalui kemerdekaan ! Bahkan
mereka rela menghidupi partai dengan cara iuran ! Tapi partai dewasa ini?
Mereka
seakan menghalalkan korupsi melalui dalil anggaran operasional dari negara
sangat minim ! Tidakkah mereka melihat sejarah partai politik era pergerakan
terutama pemimpinnya? Pemimpin era pergerakan rela mengorbankan harta, benda,
dan nyawa mereka demi menyampaikan “rasa” anak negeri bandingkan dengan
pemimpin partai dewasa ini ! Bergelimang harta tapi kurang “rasa” dan lebih
suka “menggauli” anak negri !
Anggaran
operasional bukanlah dalih jika mereka ingin mengembalikan semangat kemelekan
politik masyarakat umum. Buktikan dengan sekolah politik ! Buktikan dengan
tidak korupsi ! Buktikan dengan tidak mengiba kepada negara melalui dalil
anggaran operasional yang minim !
DOWNLOAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar