Ujian
Nasional yang dewasa ini ramai dibicarakan oleh masyarakat maupun akademisi
merupakan sebuah hal yang sangat ditakutkan oleh pelajar di Indonesia. Penulis
dalam hal ini mencoba untuk memberikan pandangannya terkait permasalahan yang
kembali ramai dibicarakan. Hal ini kembali ramai dibicarakan akibat adanya ide
yang dilontarkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan yaitu Muhajjir Effendi.
Menteri
Muhajjir melontarkan pernyataannya dengan mengatakan bahwa Ujian Nasional tidak
efektif dan menghabiskan banyak anggaran. Hal itu kemudian dibahas di dalam
rapat kabinet. Usul tersebut kemudian mendapatkan penolakan oleh wakil presiden
Jusuf Kalla dengan mengatakan bahwa penghapusan UN perlu dikaji lebih mendalam.[1]
Kalimat tersebut juga didukung oleh komisi X DPR dengan mengucapkan pernyataan
dukungan kepada wakil presiden Jusuf Kalla.[2]
Penulis
dalam hal ini berusaha mengkaji apa fungsi dan guna UN bagi seluruh elemen
pengguna maupun pelaksana pendidikan. Penulis berusaha menyampaikan
pandangannya terkait permasalahan di lapangan dan sebuah cita-cita ideal bagi
terselenggaranya UN yang baik. UN sejatinya merupakan suatu alat yang berfungsi
untuk mengevaluasi beberapa mata pelajaran yang dianggap penting oleh
pemerintah. Pelaksanaan UN dari tahun ke tahun memang memiliki berbagai
perbedaan. Penulis menjalani UN terakhir kali pada tahun 2011 yang pada saat
itu kementerian pendidikan dan kebudayaan dipimpin oleh M. Nuh.
UN
pada tahun itu, memiliki persyaratan kelulusan dengan nilai batas kelulusan
4,25 dari masing-masing mata pelajaran. Selain itu, nilai UN hanya diambil 60%
sebagai indicator kelulusan, 40% lainnya adalah Ujian Sekolah.[3] UN
pada tahun ini, pemerintah membuat 5 buah tipe soal dengan tujuan agar siswa
tidak dapat mencontek satu sama lain. Meskipun demikian, pada saat itu siswa
sekolah kami mendapatkan kunci jawaban dari seseorang dan kami tidak
mengetahuinya siapakah orang itu. Akan tetapi, kami menggunakan kunci jawaban
itu ketika ujian berlangsung dan hasilnya banyak diantara kami mendapatkan
nilai yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Penulis
ketika memasuki dunia perkuliahan menyoroti perubahan kurikulum 2013 yang
sangat mendadak diakhir masa jabatan M. Nuh. Kurikulum 2013 pada saat itu
banyak mendapatkan kritikan akibat kebijakan yang sangat mendadak dan
penghabisan dana yang dilakukan oleh kementerian. Banyak peneliti yang
menyoroti terkait kebijakan pembuatan buku yang hanya boleh dilakukan oleh
pemerintah pusat. kebijakan itu dianggap sebagai sebuah kebijakan bisnis atau
proyek kementerian.
Kurikulum
2013 terlihat ketidaksiapannya dalam pelaksanaan ketika banyak sekolah yang
bingung bagaimana cara menerapkan kurikulum baru tersebut. Tahun 2014, peneliti
ketika itu sedang melaksanakan Praktek Pengalaman Lapangan. Peneliti pada saat
itu tidak menemukan sama sekali buku sejarah peminatan. Beberapa guru yang
penulis tanyakan menjawab bahwa buku tersebut belum dicetak oleh pemerintah
pusat. Hal aneh kembali penulis temukan ketika buku sejarah peminatan dicetak
oleh penerbit-penerbit swasta.
Kebijakan
kurikulum 2013 yang dicetuskan oleh M. Nuh kemudian diteruskan oleh menteri
Anies Baswedan. Anies Baswedan mengeluarkan beberapa kebijakan yang sedikit
bersifat mengevaluasi pelaksanaan kurikulum 2013. Salah satu kebijakan yang
dikeluarkannya adalah pemberlakuan kurikulum 2013 secara bertahap dan disertai
evaluasi di setiap tahunnya. Untuk UN, Anies Baswedan mengeluarkan kebijakan
yang dapat dibilang memiliki kemajuan yang signifikan. Anies memberlakukan UN
melalui perangkat komputer sehingga siswa tidak menghabiskan waktu untuk
melingkari, waktu tersebut dapat digunakan untuk berpikir. Akan tetapi
kebijakan ini kembali mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Kritik yang
paling tajam adalah permasalahan perbedaan persebaran teknologi yang dimiliki
oleh sekolah.
Menurut
penulis, kebijakan tersebut merupakan sebuah kemajuan dalam penerapan teknologi
di bidang pendidikan. Bukan berarti kebijakan tersebut harus digagalkan, akan
tetapi harus didukung dengan cara membantu pemerataan persebaran tekonologi
pendidikan. Anies pada saat itu juga mengeluarkan kebijakan agar porsi
kelulusan ditentukan oleh sekolah sebesar 60% dan UN 40%.[4]
Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah mulai percaya kepada kualitas
pendidikan di masing-masing daerah.
Akan
tetapi kebijakan kelulusan yang sudah mulai dipercayakan kepada daerah kembali
dijadikan bahan kajian melalui pernyataan menteri pendidikan yang baru yaitu
Muhajjir Effendi yang diangkat setelah libur lebaran tahun 2016. Menteri
Muhajjir Effendi pada akhir November 2016 melontarkan pernyataan bahwa UN menghabiskan
banyak dana dan akan lebih baik dihapuskan serta dana tersebut dapat dialihkan.
Menteri Muhajjir juga mengatakan bahwa latar belakang dihapuskannya UN adalah
masih banyaknya sekolah yang belum terstandar nasional sehingga perlu melakukan
treatment.[5] Kalimat
tersebut mendapatkan respon dari berbagai pihak terutama wakil presiden dan
komisi X DPR, sebagaimana yang telah penulis jelaskan diatas.
Menurut
penulis, konsep yang disampaikan oleh menteri melalui cara USBN (Ujian Sekolah
Berstandar Nasional) merupakan sebuah ujian nasional, namun sekolah diberikan
porsi yang lebih besar.[6]
Sehingga menurut penulis, menteri Muhajjir belum melakukan kajian yang mendalam
terkait UN. Menurut penulis, UN yang dijalankan selama ini hanya menuntut siswa
untuk dapat lulus dari nilai batas yang ditentukan. Pemikiran fungsi UN
tersebut dapat menyebabkan siswa dan sekolah menghalalkan berbagai cara untuk
dapat lulus dan menyelamatkan status atau pandangan masyarakat terhadap
sekolah. Penulis berpikiran bahwa pemikiran tersebut harus diubah dengan cara
yaitu pertama, meningkatkan porsi
kelulusan dengan presentase 75% sekolah dan 25% UN, kedua, tingkatkan kualitas guru dan sebarkan secara merata, ketiga, tingkatkan sarana dan prasarana
pendidikan untuk menunjang kemajuan peserta didik.
Menurut
penulis, poin pertama sangat diperlukan bagi dunia pendidikan Indonesia. Hal
itu disebabkan karena dengan memberikan porsi yang lebih besar kepada sekolah
diharapkan sekolah mampu melaksanakan prinsip kejujuran yang kelak dapat dicontoh
oleh siswa dikemudian hari. Guru dalam hal ini juga berperan menentukan
kelulusan seorang siswa karena gurulah yang paling mengerti tingkah laku siswa
sehari-hari. Pernyataan tersebut menekankan bahwa siswa yang diluluskan
haruslah memiliki sikap yang sesuai dengan pancasila dan UUD 1945. Sehingga
masyarakat Indonesia dapat memiliki kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
sehat.
Poin
kedua, pemerintah harus memberikan
instruksi kepada perguruan tinggi agar menyeleksi calon guru dengan ketat
seperti halnya menyeleksi calon pegawai Sekolah Tinggi Administrasi Negara dan
dokter. Hal itu diperlukan karena apabila status guru disamakan dengan pegawai
STAN dan seorang dokter maka orang-orang berkualitaslah yang akan mendaftarkan
diri sebagai calon guru. Apabila telah diterima, calon guru tersebut dididik
dengan keras agar berkualitas dan diikat kontrak penempatan kerja di
daerah-daerah terpencil demi terciptanya pendidikan yang merata. Sehingga
perguruan tinggi tidak hanya menerima mahasiswa dengan kuota yang banyak akan
tetapi minim kualitas dan seakan menjadi sebuah lembaga negara yang bergerak di
sektor privat yang bergerak mencari laba.
Poin
ketiga, peningkatan sarana dan
prasaran sangat dibutuhkan oleh sekolah yang berada di luar pulau jawa. Guru
yang cerdas dan berkualitas tentu akan kesulitan apabila mereka kesulitan dalam
mengakses dan memberikan sumber belajar. Terciptanya pemerataan sarana dan
prasaran pendidikan juga dapat mendukung rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu
yang baru dijumpai olehnya. Sehingga semangat belajar mereka akan lebih
terpacu.
Penulis
menekankan bahwa UN merupakan evaluasi belajar yang berguna bagi guru dan siswa
serta seluruh pengemban kebijakan pendidikan. Akan tetapi UN bukan merupakan
beban bagi salah satu pihak terutama siswa. UN merupakan sebuah cerminan dari
terselenggaranya suatu pendidikan di sebuah daerah. Apabila daerah tersebut
mengalami pendidikan yang tidak mencapai patokan nasional, maka pemerintah
bertugas untuk memperbaikinya. Pemerintah dapat membantu sekolah tersebut
dengan cara mengirimkan tenaga pengajar yang berkualitas serta meningkatkan
sarana dan prasaran sekolah sehingga sekolah tersebut dapat mencapai standar
yang ditentukan secara nasional.
DOWNLOAD
[1]Ihsanuddin.http://nasional.kompas.com/read/2016/12/16/19383151/jk.beda.sikap.soal.moratorium.un.mendikbud.cari.jalan.tengah. kompas. 17
Desember 2016 pukul 05.55.
[2] http://www.wartabahasa.com/2016/11/komisi-x-dpr-ri-belum-setuju-un.html. warta bahasa.
kompas. 17 Desember 2016 pukul 05.59.
[3] Glori K. Widianto. http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/04/1303567/Ujian.Nasional.18.21.April.2011. kompas.
kompas. 17 Desember 2016 pukul 06.00.
[4]http://news.okezone.com/read/2016/07/27/65/1448003/reshuffle-kabinet-ini-program-unggulan-anies-baswedan-selama-jadi-mendikbud. Okezone. 17
Desember 2016 pukul 06.05.
[5] https://news.detik.com/berita/d-3354597/mendikbud-hapus-ujian-nasional. detik. 17
Desember 2016 pukul 06.10.
[6]Danang
Firmanto.https://nasional.tempo.co/read/news/2016/12/04/079825347/pemantau-pendidikan-usbn-harus-jauh-dari-praktek-korupsi. Tempo. 17
Desember 2016 pukul 06.05.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar