Mohammad Husni Thamrin lahir di Sawah
Besar, 16 Februari 1894 dari pasangan Thamrin Mohammad Tabrie (Bibit) dan
Noerhamah. Thamrin Mohammad Tabrie merupakan seorang Indo yang memiliki ayah
yang berasal dari Inggris dan bernama George Anton Ort dengan seorang nyai.
Menurut pradipto niwandhono, Tabrie merupakan golongan pertama hasil dari
perkawinan dengan nyai dan disebut liplap, sedangkan Thamrin yang merupakan
garis keturunan kedua disebut grobiak. Tabrie kecil pada saat itu ingin dibawa
oleh ayahnya ke Inggris agar mendapatkan kewarganegaraan inggris. Akan tetapi
ayahnya meninggal terlebih dahulu dan Tabrie diasuh oleh Mohammad Tabrie.
George Anton Ort juga meninggalkan sebuah hotel mewah pada saat itu yaitu hotel
Ort De Rijwick Batavia yang kemudian dikelola oleh temannya.
Noerhamah, ibu dari Mohammad Husni
Thamrin merupakan keturunan Said dari Kampung Ketapang. Pernikahan Thamrin
Mohammad Tabrie dengan Noerhamah menghasilkan Muainun, Mohammad Makmun, Sarah,
M. H. Thamrin, Abdul Fatah, Mohammad Mansoer. Pada saat itu, Tabrie memangku
jabatan sebagai seorang adjuncthofd-djaksa
pada landraad Batavia sejak 1894.
Jabatan yang diamanahkan kepada Bibit merupakan jabatan terbuka dan tertinggi
kedua bagi orang Indonesia. Karena kebiasaan masyarakat betawi menyingkat nama
agar mudah, maka ibunya selalu memanggilnya dengan sebutan Mat Seni. Thamrin
kecil memulai pendidikannya di Bijbelschool
dan kemudian mengganti namanya menjadi Jacob. Penggantian nama tersebut
ditujukan agar M. H. Thamrin dapat diterima di sekolah eksklusif Instituut Bos
dan melanjutkannya di Koning Willem Drie
yang sekarang menjadi bagian dari Perpustakaan Nasional. Perubahan nama M. H.
Thamrin menjadi Jacob hanya bertujuan agar dapat masuk ke sekolah yang lebih berkualitas
tanpa merubah keimanannya.
Thamrin kecil mudah bergaul dengan
berbagai macam latar belakang yang dimiliki temannya. Akan tetapi dia memiliki
kedekatan dengan teman-teman yang berada di sekitaran sungai ciliwung yang
mayoritas merupakan rakyat Indonesia. Bahkan Thamrin pada saat itu seringkali
kehilangan temannya akibat penyakit malaria yang merenggut nyawa temannya.
Thamrin dewasa kemudian melanjutkan karirnya di Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) sebagai klerek atau juru
tulis. Pada saat inilah, Thamrin berkesempatan bertemu dengan Van Der Zee yang
berasal dari ISDP (Indische Sociaal Democratische Partij). Thamrin seringkali
bertukar pikiran dengan Van Der Zee terkait kondisi rakyat betawi.
Suatu ketika, Van Der Zee berpidato
tentang rakyat betawi dan mengusulkan agar dibangunnya bendungan ciliwung. Usul
tersebut berasal dari Thamrin dan kemudian nama Thamrin mulai dikenal di dunia
politik. Tahun 1919, Thamrin berhasil duduk di gemeenteraad (Dewan Kota) di
usia 25 tahun. Pada saat diangkat, Thamrin berpidato:
...yang
sebenarnya saya inginkan terwujud. Sejak kecil, walaupun saya anak wedana, saya
senantiasa bergaul dengan anak-anak rakyat jelata. Sejak kecil saya dihadapkan
kepada kenyataan-kenyataan pahit kehidupan kawan-kawan saya. Banjir yang
menimbulkan kemelaratan dan penyakit. Saya melihat sendiri betapa sahabat saya
mati karena malaria. Sayapun tidak merasa sepertinya bila emak sahabat saya
mencuci beras dengan air kali yang kecoklat-coklatan.
Saya melihat sendiri betapa becek
kampong dan jalan-jalan di kampong-kampung tempat saya bermain. Betapa gelap di
malam hari karena tidak ada penerangan.
Saya
ingin semuanya itu berubah. Jalan-jalan menjadi jalan aspal. Banjir ditiadakan,
air minum hendaknya air yang bersih, kesehatan hendaknya dapat dipelihara.
Jalan mendapat lampu penerangan....
Pidato pertamanya mampu menarik simpati
dari berbagai pihak dan menyatakan dukungannya terhadap pemikiran M. H.
Thamrin. Thamrin seringkali menyoroti anggaran yang hanya diperuntukan bagi
golongan eropa sedangkan rakyat betawi tidak menikmati pembangunan jalan dan
penerangan. Sehingga banyak kampung-kampung yang kotor dan gelap. Perjalanan
asmara thamrin tidak semulus perjalanan politiknya. Thamrin menikah sebanyak
tiga kali dan terakhir menikah dengan nyi otoh arwati pada tahun 1924. Thamrin
kemudian masuk menjadi anggota Volksraad pada tahun 1927 menggantikan Soetomo
yang menolak tawaran menjadi anggota Volksraad.
Kiprah Thamrin di dalam Volksraad
sangatlah cemerlang dan bahkan dikenal sebagai singa podium. Thamrin mampu
mendesak pemerintah Hindia Belanda untuk berangsur-angsur menghapus koeli
ordonantie dan poenale sanctie. Suara Thamrin bahkan dibawakan oleh ketua
bidang buruh di Liga Bangsa-Bangsa. Thamrin mendirikan Fraksi Nasional pada
tanggal 27 Januari 1930 dengan tujuan utama mencapai kemerdekaan Indonesia
dengan jalan yang sah. Sayap politik ini bahkan menggunakan bahasa Indonesia
sebagai alat perjuangan politik untuk mencapai kemerdekaan. Thamrin juga
kerapkali memberikan peringatan bagi pemerintah Hindia Belanda terkait kondisi
bangsa Indonesia yang semakin parah. Thamrin pernah mengingatkan bahwa di
kalangan masyarakat telah dikenal istilah Djintan (Produk obat batuk murah dari
Jepang). Istilah itu kemudian diartikan Djendral Japan Itoe Nanti Toeloeng Anak
Negeri. Hal itu ada karena masyarakat tidak terlepas dari ramalan jayabaya yang
mengatakan bahwa Indonesia akan merdeka setelah dijajah oleh orang kate.
Pernyataan-pernyataannya dan garis
partai politik Parindra dimana Thamrin menjabat sebagai ketua bidang politik
menjadikannya dalam pengawasan PID. Parindra secara tegas menyatakan
dukungannya kepada fasisme Jepang sebagai jalan menuju kemerdekaan. Hal itu
menjadikan alasan pemerintah Hindia Belanda untuk menggeledah rumah Thamrin.
Dalam penggeledahan tersebut, PID berhasil menemukan surat-surat Thamrin yang
berhubungan dengan Jepang. Penggeledahan tersebut dilakukan karena pemerintah
Hindia Belanda telah terdesak oleh Jepang dan Thamrin dituduh sebagai bagian
dari mata-mata Jepang. Dalam penggeledahan tersebut, Thamrin sedang mengalami
sakit panas yang tinggi dan membuatnya tidak dapat bertahan. Singa podium meninggal
pada tanggal 11 Januari 1941.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar