Jumat, 27 Oktober 2017

ADAKAH SUMPAH PEMUDA KHUSUS PRIBUMI?

Hari ini tepat pada tanggal 28 Oktober, delapan puluh sembilan tahun silam bangsa Indonesia lahir sebagai sebuah kesatuan. Bangsa Indonesia dilahirkan tepat pada tanggal 28 Oktober 1928 dimana negara Indonesia belum lahir pada saat itu. Prof. Dr. Husain Haikal, M. Hum menceritakan kepada mahasiswanya ketika berkunjung ke sebuah negara, seorang temannya yang berkebangsaan asing mengatakan bahwa “bangsa Indonesia itu sangat hebat karena bangsanya lahir sebelum negara itu ada”.

Sumpah pemuda memang sangat mengagumkan dikalangan masyarakat yang mengerti akan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Betapa tidak mengagumkannya ketika sekelompok pemuda mengikrarkan sumpah setianya kepada cita-cita kemerdekaan. Cita-cita itu diikrarkan ketika pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan yang agresif bagi setiap orang yang melaksanakan kegiatan politik dan dianggap membahayakan ketertiban umum. Sumpah pemuda dilaksanakan di rumah kediaman Sie Kong Liang, rumah tersebut merupakan indekos sekaligus markas politik pemuda Indonesia.
Sumpah pemuda dilaksanakan dalam dua buah kongres, dimana kongres pertama diadakan pada tahun 1926. Kongres itu berhasil merumuskan rancangan Sumpah Pemuda yang berisi:
1.      Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2.      Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3.      Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu.
Rumusan Sumpah Pemuda nomer tiga membuat perdebatan yang hangat antar pemuda Indonesia. M. Yamin yang mengusulkan ketiga buah poin Sumpah Pemuda itu tetap mempertahankan keyakinannya untuk tetap menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Di sisi lain, M. Tabrani kurang sepaham dengan pendapat Yamin. Menurut Tabrani, apabila nomer satu dan dua mengandung kata Indonesia maka bahasa Melayu harus digantikan dengan bahasa Indonesia. Yamin pun membantah pendapat Tabrani dengan alasan karena bahasa Indonesia pada saat itu belumlah ada. Tabrani menanggapinya dengan perkataan apabila belum ada maka dibentuklah bahasa Indonesia pada kongres ini. Kongres Pemuda Pertama yang berjalan dengan hangat belum mampu menghasilkan keputusan akhir. Oleh sebab itu diadakanlah Kongres Pemuda Kedua.
Kongres itu dipimpin oleh Sugondo Joyopuspito dan M. Yamin dipilih sebagai sekretaris dari Jong Sumatranen Bond, sedangkan Tabrani sedang melanjutkan pendidikannya ke luar negeri untuk memperdalam ilmu jurnalistik. Tabrani yang sebelumnya menjabat sebagai ketua Kongres Pemuda Pertama menitipakan pesan kepada M. Yamin agar menyampaikan pendapatnya bahwa bahasa Melayu harus digantikan dengan kata-kata bahasa Indonesia. Kebesaran jiwa Yamin terlihat ketika dia menyampaikan pesan Tabrani dan tidak mempermasalahkan hal itu. Kongres Pemuda Kedua berjalan dengan lancar dan berhasil merumuskan tiga buah janji pemuda seluruh Indonesia. Selain merumuskan Sumpah Pemuda, Kongres itu juga berhasil memperdengarkan lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya. Adapun tiga buah janji yang diucapkan oleh seluruh pemuda Indonesia itu adalah:
1.      Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2.      Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3.      Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.[1]
Sumpah pemuda sangat menarik jika kita tarik dengan kondisi dewasa ini terutama ketika pidato Gubernur DKI Jakarta yang baru yaitu Anies Baswedan yang menyebutkan kata pribumi dan kemudian Anies mengatakan bahwa pidatonya harus dilihat dalam konteks zaman penjajahan. Akibat dari pada pidato tersebut, masyarakat kembali bangga menggunakan kata pribumi seperti halnya zaman Orde Baru. Akan tetapi, Anies tidak menyadari akan penggolongan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda di zamannya.
Pemerintah Hindia Belanda membelah masyarakat Indonesia ke dalam tiga buah golongan besar yaitu golongan eropa, timur asing, dan pribumi. Penggolongan tersebut dilakukan untuk memecah belah solidaritas kemerdekaan yang ada dalam setiap golongan. Siapa bilang golongan Eropa sepenuhnya membenci pribumi? Coba anda lihat tulisan-tulisan R. A. Kartini dengan nyonya Abendanon dan coba anda baca sebuah buku karya J. E. W. Duijs yang merupakan pengacara Mohammad Hatta dalam menghadapi tuduhan makar di Belanda. Duijs menyebutkan bahwa rakyat Belanda berhasil mengumpulkan uang sebesar F 1.200 dan tidak menyetujui tindakan sewenang-wenang pemerintah kepada mahasiswa Indonesia.[2]
Bagaimana dengan bangsa timur asing? Lihatlah sumpah pemuda yang dilaksanakan di rumah seorang tionghoa. Sie Kong Liang berani mengambil resiko yang berbahaya dengan ancaman hukuman karena telah memberikan wadah bagi pemuda Indonesia untuk menyelenggarakan sumpah pemuda. Selain itu, terdapat nama laksamana John Lie di era mempertahankan kemerdekaan yang berjuang menyelundupkan senjata untuk melawan agresi militer Belanda.
Setiap golongan yang ada di Indonesia maupun di luar Indonesia banyak yang memiliki rasa cinta terhadap tanah air Indonesia. Oleh sebab itu, beberapa partai politik di Indonesia bersedia bekerjasama dengan siapapun yang mengakui dan mencintai Indonesia demi terwujudnya kemerdekaan bersama. Salah satu partai yang menggerakkan semangat itu adalah Indische Partij. Partai tersebut boleh dibilang cukup unik, karena memiliki anggota yang mayoritas adalah orang Indo (keturunan eropa atau keturunan hasil dari kawin silang), mereka mengusung semangat “nation” yang kemudian oleh Sukarno disebutkan bahwa danudirja setiabudi adalah bapak nasionalisme Indonesia. Tokoh Indische Partij menyerukan bahwa bangsa Indonesia dalam hal ini (kemerdekaan) akan bekerjasama dengan keturunan bangsa arab, tionghoa, dan eropa yang mengakui bahwa Indonesia sebagai tumpah darahnya.[3] Kalimat ini menggambarkan kepada kita bahwa kemerdekaan Indonesia diraih oleh seluruh suku, bangsa, ras, dan, agama yang mencintai Indonesia sebagai sebuah rumah dan ladang mencari penghidupan. Kemerdekaan yang diraih bukan hanya oleh suku jawa, agama Islam, dan ras melayu. Akan tetapi kita yang beraneka rupa, beraneka warna, beraneka agama, beraneka bangsa yang sama-sama mencintai Indonesia.
Oleh sebab itu,  jika kita mengungkit kebusukan setiap golongan itu tidak akan ada habisnya karena ketiga buah golongan itu memiliki oknum-oknum nakal. Akan tetapi, hal itu tidak akan dibahas karena dapat mewariskan kebencian. Pewarisan kebencian bukanlah sebuah tujuan penulisan sejarah. Oleh sebab itu, marilah kita kembali melihat sumpah pemuda. Adakah di dalamnya menyebutkan golongan tertentu atau hanya menyebutkan sumpah pemuda dikhususkan bagi pribumi? Sumpah pemuda hanya menyebutkan kami putera dan puteri Indonesia yang memiliki arti bahwa sumpah pemuda ditujukan kepada siapapun manusia dengan berbagai latar belakang yang mengakui bertanah air, berbangsa, dan berbahasa Indonesia sebagai identitasnya. Jika kita masih mempermasalahkan keterwakilan dalam sumpah pemuda, bukankah saudara di Timur Indonesia khususnya Papua pada saat itu belum diwakilkan? Ini hanyalah masalah rasa memiliki Indonesia sebagai rumah sekaligus lapangan penghidupan bagi setiap individu.
          Hal itu sangat menarik jika kita bercermin kepada pidato yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Semangat sumpah pemuda seakan telah dilupakan oleh Sang Gubernur. Terlebih, sebutan pribumi di zaman penjajahan digunakan oleh penguasa untuk menghina bangsa Indonesia. Hal itu dapat kita lihat dalam tuntutan yang disampaikan oleh pahlawan nasional Jakarta, yaitu Mohammad Husni Thamrin. Thamrin menuntut agar sebutan Inlander (pribumi) digantikan dengan sebutan Indonesia, Indosesische, atau Indonesier, karena sebutan inlander melukai hati bangsa Indonesia seperti halnya sebutan Dutch bagi bangsa Nederland.[4] Thamrin mengungkapkan hal itu atas dasar perasaan bangsa Indonesia yang merasa dianggap bodoh, malas, dan tidak memiliki adab ketika disebut dengan kata inlander. Tentu tulisan ini tidak hanya ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta saja, akan tetapi kepada pejabat lain dan seluruh masyarakat Indonesia agar memahami sejarah bangsanya secara menyeluruh, tidak dipenggal-penggal sesuai kebutuhan, dan memberikan ruang diskusi tanpa stereotip.

Berikut saya lampirkan pidato Mohammad Husni Thamrin yang dimuat dalam Soeara Parindra tahun 1940 dan dapat diakses di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.





[1] Martha, A. G. 1984. Pemuda Indonesia: Dalam Dimensi Perjuangan Bangsa. Jakarta: Purbasari. hlm 78.
[2] Duijs. J. E. W. 1985. Membela Mahasiswa di Depan Pengadilan Belanda. Jakarta: Gunung Agung. hlm. 2.
[3] Elson, R. E. 2008. The Idea of Indonesia. Inggris: Cambridge University. hlm. 50.
[4] Thamrin, M. H. (1940). Seboetan Indonesia dalam Volksraad. Soeara Parindra. hlm.  256-259.

8 komentar:

  1. Jgn lupa cantumkan sumber ya adikku 😊

    BalasHapus
  2. Luar biasa Bosku kalo udah ngomong😃

    Tp ada yg mau tak tanyain,
    Sebutan pribumi unt menyebut bangsa Indonesia jika dikaitkan dg diskriminasi ras di masa Belanda, tentu akan menimbulkan perasaan tidak menyenangkan spt yg sdh km tulis di artikel itu,..
    Apakah Istilah pribumi itu pertama kali dimunculkan pada masa Belanda?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gw blm nemu bukti otentik brdsarkan arsip, tp mnrut pndpt gw iya istilah itu muncul pd msa Belanda krna bgi mrka ras kita dibwah mrka

      Hapus
    2. Kalo sebutan inlander, dsb itu memang sebutan unt merendahkan kita bangsa Indonesia,
      Tp kalau istilah pribumi mengacu unt menyebut orang2 Indonesia asli, bukannya ga fatal ya sebutan itu,
      Terlepas Dr konteks diskriminasi ras masa penjajahan loh
      (Ini aq ngomongin yg km kritik itu)

      Hapus
    3. Ya fatal krna sma aja kita msh ttp mau direndahkan olh penjajah, mknnya thamrin menuntut diganti dgn sebutan indonesia. Teks dan konteks tidak bsa dilepaskan

      Hapus
  3. Terbersit tanya wan.. pemuda yg mengikuti kongres apakah semuanya tidak dalam kelas menengah atas??
    Ketika kita menyebut pribumi apakah ada beda dengan penyebutuan bumiputra sebelumnya ataukah ini hanya permasalahan pemaknaan?? Toh nama indonesia sendiri lahir jga berkat campur tangan asing bukan murni dilahirkan mereka yg ada di Indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemungkinan besar mrka yg ikut golongan menengah atas mas. Ada beda mas, krna sebutan bumiputera lbh halus krna brasal dr penutur orng Indonesia sendiri, sdngkan klo pribumi brasal dr penutur orng belanda. Tp sbnrnya prlu penelitian yg lbh dlm mas soalnya kita gk tau sebutan bumiputera itu munculnya kapan. Nah klo nma indonesia lbh menarik lg mas, krna smpe skrng blm nemu tulisan tokoh indonesia yg menjelaskan mengapa mereka menerima nama itu

      Hapus