Hari ini tepat pada
tanggal 28 Oktober, delapan puluh sembilan tahun silam bangsa Indonesia lahir
sebagai sebuah kesatuan. Bangsa Indonesia dilahirkan tepat pada tanggal 28
Oktober 1928 dimana negara Indonesia belum lahir pada saat itu. Prof. Dr.
Husain Haikal, M. Hum menceritakan kepada mahasiswanya ketika berkunjung ke
sebuah negara, seorang temannya yang berkebangsaan asing mengatakan bahwa
“bangsa Indonesia itu sangat hebat karena bangsanya lahir sebelum negara itu
ada”.
Sumpah pemuda memang
sangat mengagumkan dikalangan masyarakat yang mengerti akan perjalanan sejarah
bangsa Indonesia. Betapa tidak mengagumkannya ketika sekelompok pemuda
mengikrarkan sumpah setianya kepada cita-cita kemerdekaan. Cita-cita itu diikrarkan
ketika pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan yang agresif bagi setiap
orang yang melaksanakan kegiatan politik dan dianggap membahayakan ketertiban
umum. Sumpah pemuda dilaksanakan di rumah kediaman Sie Kong Liang, rumah
tersebut merupakan indekos sekaligus markas politik pemuda Indonesia.
Sumpah pemuda
dilaksanakan dalam dua buah kongres, dimana kongres pertama diadakan pada tahun
1926. Kongres itu berhasil merumuskan rancangan Sumpah Pemuda yang berisi:
1. Kami
putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2. Kami
putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami
putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu.
Rumusan Sumpah Pemuda
nomer tiga membuat perdebatan yang hangat antar pemuda Indonesia. M. Yamin yang
mengusulkan ketiga buah poin Sumpah Pemuda itu tetap mempertahankan
keyakinannya untuk tetap menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Di
sisi lain, M. Tabrani kurang sepaham dengan pendapat Yamin. Menurut Tabrani,
apabila nomer satu dan dua mengandung kata Indonesia maka bahasa Melayu harus
digantikan dengan bahasa Indonesia. Yamin pun membantah pendapat Tabrani dengan
alasan karena bahasa Indonesia pada saat itu belumlah ada. Tabrani menanggapinya
dengan perkataan apabila belum ada maka dibentuklah bahasa Indonesia pada
kongres ini. Kongres Pemuda Pertama yang berjalan dengan hangat belum mampu
menghasilkan keputusan akhir. Oleh sebab itu diadakanlah Kongres Pemuda Kedua.
Kongres itu dipimpin oleh
Sugondo Joyopuspito dan M. Yamin dipilih sebagai sekretaris dari Jong
Sumatranen Bond, sedangkan Tabrani sedang melanjutkan pendidikannya ke luar
negeri untuk memperdalam ilmu jurnalistik. Tabrani yang sebelumnya menjabat
sebagai ketua Kongres Pemuda Pertama menitipakan pesan kepada M. Yamin agar
menyampaikan pendapatnya bahwa bahasa Melayu harus digantikan dengan kata-kata
bahasa Indonesia. Kebesaran jiwa Yamin terlihat ketika dia menyampaikan pesan
Tabrani dan tidak mempermasalahkan hal itu. Kongres Pemuda Kedua berjalan
dengan lancar dan berhasil merumuskan tiga buah janji pemuda seluruh Indonesia.
Selain merumuskan Sumpah Pemuda, Kongres itu juga berhasil memperdengarkan lagu
Indonesia Raya untuk pertama kalinya. Adapun tiga buah janji yang diucapkan
oleh seluruh pemuda Indonesia itu adalah:
1. Kami
putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2. Kami
putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami
putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.[1]
Sumpah pemuda sangat
menarik jika kita tarik dengan kondisi dewasa ini terutama ketika pidato
Gubernur DKI Jakarta yang baru yaitu Anies Baswedan yang menyebutkan kata
pribumi dan kemudian Anies mengatakan bahwa pidatonya harus dilihat dalam
konteks zaman penjajahan. Akibat dari pada pidato tersebut, masyarakat kembali
bangga menggunakan kata pribumi seperti halnya zaman Orde Baru. Akan tetapi,
Anies tidak menyadari akan penggolongan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia
Belanda di zamannya.
Pemerintah Hindia
Belanda membelah masyarakat Indonesia ke dalam tiga buah golongan besar yaitu
golongan eropa, timur asing, dan pribumi. Penggolongan tersebut dilakukan untuk
memecah belah solidaritas kemerdekaan yang ada dalam setiap golongan. Siapa
bilang golongan Eropa sepenuhnya membenci pribumi? Coba anda lihat
tulisan-tulisan R. A. Kartini dengan nyonya Abendanon dan coba anda baca sebuah
buku karya J. E. W. Duijs yang merupakan pengacara Mohammad Hatta dalam
menghadapi tuduhan makar di Belanda. Duijs menyebutkan bahwa rakyat Belanda
berhasil mengumpulkan uang sebesar F 1.200 dan tidak menyetujui tindakan
sewenang-wenang pemerintah kepada mahasiswa Indonesia.[2]
Bagaimana dengan bangsa
timur asing? Lihatlah sumpah pemuda yang dilaksanakan di rumah seorang
tionghoa. Sie Kong Liang berani mengambil resiko yang berbahaya dengan ancaman
hukuman karena telah memberikan wadah bagi pemuda Indonesia untuk
menyelenggarakan sumpah pemuda. Selain itu, terdapat nama laksamana John Lie di
era mempertahankan kemerdekaan yang berjuang menyelundupkan senjata untuk
melawan agresi militer Belanda.
Setiap golongan yang
ada di Indonesia maupun di luar Indonesia banyak yang memiliki rasa cinta
terhadap tanah air Indonesia. Oleh sebab itu, beberapa partai politik di
Indonesia bersedia bekerjasama dengan siapapun yang mengakui dan mencintai
Indonesia demi terwujudnya kemerdekaan bersama. Salah satu partai yang
menggerakkan semangat itu adalah Indische Partij. Partai tersebut boleh
dibilang cukup unik, karena memiliki anggota yang mayoritas adalah orang Indo
(keturunan eropa atau keturunan hasil dari kawin silang), mereka mengusung
semangat “nation” yang kemudian oleh Sukarno disebutkan bahwa danudirja
setiabudi adalah bapak nasionalisme Indonesia. Tokoh Indische Partij menyerukan
bahwa bangsa Indonesia dalam hal ini (kemerdekaan) akan bekerjasama dengan
keturunan bangsa arab, tionghoa, dan eropa yang mengakui bahwa Indonesia
sebagai tumpah darahnya.[3]
Kalimat ini menggambarkan kepada kita bahwa kemerdekaan Indonesia diraih oleh
seluruh suku, bangsa, ras, dan, agama yang mencintai Indonesia sebagai sebuah
rumah dan ladang mencari penghidupan. Kemerdekaan yang diraih bukan hanya oleh
suku jawa, agama Islam, dan ras melayu. Akan tetapi kita yang beraneka rupa,
beraneka warna, beraneka agama, beraneka bangsa yang sama-sama mencintai
Indonesia.
Oleh sebab itu, jika kita mengungkit kebusukan setiap golongan
itu tidak akan ada habisnya karena ketiga buah golongan itu memiliki
oknum-oknum nakal. Akan tetapi, hal itu tidak akan dibahas karena dapat
mewariskan kebencian. Pewarisan kebencian bukanlah sebuah tujuan penulisan
sejarah. Oleh sebab itu, marilah kita kembali melihat sumpah pemuda. Adakah di
dalamnya menyebutkan golongan tertentu atau hanya menyebutkan sumpah pemuda
dikhususkan bagi pribumi? Sumpah pemuda hanya menyebutkan kami putera dan
puteri Indonesia yang memiliki arti bahwa sumpah pemuda ditujukan kepada
siapapun manusia dengan berbagai latar belakang yang mengakui bertanah air,
berbangsa, dan berbahasa Indonesia sebagai identitasnya. Jika kita masih
mempermasalahkan keterwakilan dalam sumpah pemuda, bukankah saudara di Timur
Indonesia khususnya Papua pada saat itu belum diwakilkan? Ini hanyalah masalah
rasa memiliki Indonesia sebagai rumah sekaligus lapangan penghidupan bagi
setiap individu.
Hal itu sangat
menarik jika kita bercermin kepada pidato yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan. Semangat sumpah pemuda seakan telah dilupakan oleh Sang
Gubernur. Terlebih, sebutan pribumi di zaman penjajahan digunakan oleh penguasa
untuk menghina bangsa Indonesia. Hal itu dapat kita lihat dalam tuntutan yang
disampaikan oleh pahlawan nasional Jakarta, yaitu Mohammad Husni Thamrin.
Thamrin menuntut agar sebutan Inlander (pribumi) digantikan dengan sebutan
Indonesia, Indosesische, atau Indonesier, karena sebutan inlander melukai hati
bangsa Indonesia seperti halnya sebutan Dutch bagi bangsa Nederland.[4]
Thamrin mengungkapkan hal itu atas dasar perasaan bangsa Indonesia yang merasa
dianggap bodoh, malas, dan tidak memiliki adab ketika disebut dengan kata
inlander. Tentu tulisan ini tidak hanya ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta
saja, akan tetapi kepada pejabat lain dan seluruh masyarakat Indonesia agar
memahami sejarah bangsanya secara menyeluruh, tidak dipenggal-penggal sesuai
kebutuhan, dan memberikan ruang diskusi tanpa stereotip.
Berikut saya lampirkan pidato Mohammad Husni
Thamrin yang dimuat dalam Soeara Parindra tahun 1940 dan dapat diakses di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
[1] Martha, A. G. 1984. Pemuda Indonesia: Dalam Dimensi
Perjuangan Bangsa. Jakarta: Purbasari. hlm 78.
[2] Duijs. J. E. W.
1985. Membela Mahasiswa di Depan
Pengadilan Belanda. Jakarta: Gunung Agung. hlm. 2.
[3] Elson, R. E.
2008. The Idea of Indonesia. Inggris:
Cambridge University. hlm. 50.
[4] Thamrin, M. H. (1940). Seboetan Indonesia dalam
Volksraad. Soeara Parindra. hlm.
256-259.
Izin copas ya mas.
BalasHapusJgn lupa cantumkan sumber ya adikku 😊
BalasHapusLuar biasa Bosku kalo udah ngomong😃
BalasHapusTp ada yg mau tak tanyain,
Sebutan pribumi unt menyebut bangsa Indonesia jika dikaitkan dg diskriminasi ras di masa Belanda, tentu akan menimbulkan perasaan tidak menyenangkan spt yg sdh km tulis di artikel itu,..
Apakah Istilah pribumi itu pertama kali dimunculkan pada masa Belanda?
Gw blm nemu bukti otentik brdsarkan arsip, tp mnrut pndpt gw iya istilah itu muncul pd msa Belanda krna bgi mrka ras kita dibwah mrka
HapusKalo sebutan inlander, dsb itu memang sebutan unt merendahkan kita bangsa Indonesia,
HapusTp kalau istilah pribumi mengacu unt menyebut orang2 Indonesia asli, bukannya ga fatal ya sebutan itu,
Terlepas Dr konteks diskriminasi ras masa penjajahan loh
(Ini aq ngomongin yg km kritik itu)
Ya fatal krna sma aja kita msh ttp mau direndahkan olh penjajah, mknnya thamrin menuntut diganti dgn sebutan indonesia. Teks dan konteks tidak bsa dilepaskan
HapusTerbersit tanya wan.. pemuda yg mengikuti kongres apakah semuanya tidak dalam kelas menengah atas??
BalasHapusKetika kita menyebut pribumi apakah ada beda dengan penyebutuan bumiputra sebelumnya ataukah ini hanya permasalahan pemaknaan?? Toh nama indonesia sendiri lahir jga berkat campur tangan asing bukan murni dilahirkan mereka yg ada di Indonesia
Kemungkinan besar mrka yg ikut golongan menengah atas mas. Ada beda mas, krna sebutan bumiputera lbh halus krna brasal dr penutur orng Indonesia sendiri, sdngkan klo pribumi brasal dr penutur orng belanda. Tp sbnrnya prlu penelitian yg lbh dlm mas soalnya kita gk tau sebutan bumiputera itu munculnya kapan. Nah klo nma indonesia lbh menarik lg mas, krna smpe skrng blm nemu tulisan tokoh indonesia yg menjelaskan mengapa mereka menerima nama itu
Hapus