Senin, 17 Juli 2017

Menyoal Petani dan Koperasi

Petani dewasa ini seakan tidak memiliki masa depan yang baik. Dewasa ini bahkan para pemuda tidak lagi ingin menjadi seorang petani yang juga merupakan pejuang pangan bangsa. Tulisan ini pun berangkat dari obrolan penulis dengan seorang petani sekaligus sarjana pendidikan yang sedang mencari pekerjaan.

Bagi penulis, tinggal di desa adalah sebuah keindahan. Di desa, tidak ada kata pengangguran karena lahan dan apapun yang ada di tanah sendiri dapat dimaksimalkan dengan baik, sangat berbeda dengan keadaan di kota. Di kota, seseorang memiliki lahan seluas 60 meter saja untuk tinggal sudah sangat disyukuri. Akan tetapi lahan itu hanya cukup untuk tinggal dan tidak dapat diolah. Oleh sebab itu, kata pengangguran hanya ada di kota, bukan di desa.
Akan tetapi cara pandang masyarakat kita dewasa ini tetaplah sama, yaitu lebih baik menjadi jongos perusahaan dari pada mandiri bertani. Seorang sarjana akan dianggap rendah apabila pada akhirnya dia hanya bercocok tanam. Ya begitulah cara pandang masyarakat kita. Mereka tidak berpikir apabila petani tidak ada bagaimana kelanjutan hidup mereka. Sedangkan mereka selalu merendahkan pekerjaan seorang petani. Kemudian nanti apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras, mereka semua protes sekencang-kencangnya. Padahal mereka sendiri merendahkan pekerjaan pejuang pangan bangsa.
Sudut pandang tersebut sebenarnya dapat diubah oleh pemerintah sekaligus petani itu sendiri dan bahkan akademisi pun dapat berkontribusi dengan baik jika mereka tidak memikirkan kepentingan perut sendiri. Pemerintah dalam hal ini dapat memaksimalkan keberadaan koperasi unit desa dengan cara membeli beras petani dengan harga yang mendekati pasaran. Koperasi unit desa dalam hal ini tidak boleh bertindak seperti layaknya tengkulak. Berdasarkan data yang diberikan oleh BPS melalui infografis yang disampaikan melalui akun twitter @BPS_Statistics, harga beras ditempat penggilingan dengan harga terendah yaitu 8.380/kg sedangkan untuk harga tertinggi yaitu 9.444/kg. Harga itu akan berubah di setiap kota apabila masyarakat membeli beras di toko-toko kelontong. Misalkan harga beras terendah di kota Surakarta adalah 9.500/kg dan tertinggi seharga 12.000/kg. Harga tersebut akan sangat berbeda jika masyarakat membelinya di kota besar. Hal itu terjadi karena ukuran yang ditentukan dalam membeli beras di kota besar bukanlah kilogram, akan tetapi liter. Berdasarkan data tersebut, karena adanya tengkulaklah keadaan petani dewasa ini tidak dapat berkembang dengan pesat dan menjadi sebuah pekerjaan yang terpandang.
Selain dari pemerintah, kelompok tani juga dapat mendirikan sebuah koperasi yang berfungsi untuk memasarkan hasil tani mereka. Hal itu dilakukan untuk memutus mata rantai distribusi yang selama ini terdapat peran tengkulak di dalamnya. Jika petani berperan sebagai produsen sekaligus distributor, maka keadaan ekonomi petani akan semakin baik. Tentunya peran tersebut dapat dilaksanakan melalui koperasi yang juga memiliki sistem yang baik. Sistem ini dapat didukung dan dikembangkan oleh akademisi untuk menunjang dua buah peran yang akan dijalankan oleh petani. Sistem koperasi tersebut tidak dijalankan secara langsung oleh petani akan tetapi mempekerjakan beberapa orang yang bertugas untuk memasarkan hasil pertanian. Sehingga posisi petani adalah anggota koperasi, produsen, dan juga bos koperasi. Sedangkan pengurus koperasi yang bertugas untuk memasarkan berkewajiban untuk membagi hasil dari penjualan tersebut kepada anggota koperasi. Pengurus koperasi berperan sebagai pengganti tengkulak, akan tetapi pengurus koperasi tidak berhak membeli hasil pertanian dari anggotanya. Tugas utama pengurus koperasi adalah memasarkan dan kemudian hasil yang diperoleh akan dibagikan kepada petani.

Koperasi yang seperti itu merupakan koperasi yang menguntungkan bagi pengurus sekaligus anggotanya, tidak seperti sekarang ini. Koperasi didirikan hanya untuk menguntungkan pengurusnya melalui kredit-kredit yang diberikan kepada anggotanya sendiri. Jika seperti itu apa bedanya koperasi dengan lintah darat di desa-desa? Bahkan seorang menurut Professor Sritua Arief dalam bukunya yang berjudul ekonomi kerakyatan mengenang bung Hatta mengatakan bahwa koperasi dewasa ini ada hanya untuk memenuhi tuntutan Undang-Undang. Akan tetapi kehilangan ruhnya yang memiliki jiwa kebersamaan dan kekuatan dari dalam diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar