Delapan
puluh delapan tahun sudah peristiwa Sumpah Pemuda berlalu. Peristiwa yang
memberikan gambaran kepada kita akan janji yang diucapkan oleh para pemuda yang
berintikan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Melalui peristiwa itulah
lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan. Salah satu hal yang menjadi
sorotan pada saat ini adalah salah satu isi Sumpah Pemuda yang berjanji
menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Janji itu patut dipertanyakan kepada diri kita sebagai bangsa Indonesia. Apakah kita sudah mengerti maksud dari Sumpah tersebut? Coba kita renungkan sesaat janji ketiga dari Sumpah Pemuda itu. Bahasa memiliki fungsi tertentu untuk memisahkan sekaligus menyatukan masyarakat. Fungsi itu dapat dilihat melalui contoh, ketika slamet yang berasal dari suku Jawa berkumpul dengan paijo, painem, dan parinah yang juga berasal dari suku Jawa mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi mereka. Akan tetapi pada saat itu datanglah seseorang yang berasal dari suku Papua yang bernama steve wanggai untuk ikut bergabung dalam kelompok itu. Maka yang harus dilakukan oleh slamet, paijo, painem, dan parinah adalah menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi mereka. Jika slamet, paijo, painem, dan parinah menggunakan bahasa Indonesia maka mereka telah menerapkan fungsi bahasa sebagai alat pemersatu antar suku. Tetapi apabila slamet, paijo, painem, dan parinah masih menggunakan bahasa Jawa ketika steve wanggai ikut bergabung maka mereka tidak mengetahui fungsi bahasa sebagai alat pemersatu.
Banyak
orang yang tidak mengerti fungsi bahasa sebagai alat pemersatu. Tidak hanya di
kehidupan bermasyarakat akan tetapi di dunia pendidikan juga banyak yang tidak
mengerti. Suatu contoh dapat dilihat ketika di dalam sebuah kampus terdapat
banyak sekali ragam suku di sebuah kelas akan tetapi suku Jawa adalah suku yang
terbanyak di kelas itu. Dosen yang mengajar pun berasal dari suku Jawa dan
menggunakan bahasa Jawa. Sehingga salah satu mahasiswa yang berasal dari luar
pulau Jawa mengatakan bahwa “Saya tidak mengerti, Pak”. Kalimat itu menunjukkan
bahwa dunia pendidikan juga belum mengerti fungsi dan makna Sumpah Pemuda.
Padahal
dalam Sumpah Pemuda sudah jelas dinyatakan bahwa Kami putera dan puteri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, maka kita harus
menanyakan kepada diri kita apakah kita sudah paham dan menerapkan isi Sumpah
Pemuda pada saat ini. Bahkan dalam beberapa hal masyarakat Indonesia sangat
bangga dengan kemampuannya dalam berbahasa Inggris, akan tetapi lupa dengan
bahasa daerahnya.
Bahasa
Inggris memang sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat Indonesia untuk
ikut serta mengetahui perkembangan dunia. Akan tetapi kebanggaan yang
berlebihan dengan menganggap bahwa menggunakan bahasa asing lebih keren
dibandingkan menggunakan bahasa Indonesia ini adalah sebuah kesalahan besar.
Bahasa yang tidak hanya memiliki fungsi sebagai alat komunikasi dan alat
pemersatu bangsa, ternyata juga memiliki fungsi untuk mengetahui pola pikir dan
budaya seseorang.
Dengan
menggunakan bahasa Inggris yang dianggap lebih keren dibandingkan dengan
menggunakan bahasa Indonesia maka orang yang beranggapan seperti itu akan
membanggakan budaya orang-orang barat. Hal itu dapat mengakibatkan penerapan
budaya dan pola barat di dalam kehidupannya. Melalui budaya dan pola pikir
barat, masyarakat Indonesia sengaja dibentuk menjadi masyarakat yang konsumtif.
Masyarakat
Indonesia bahkan terkenal sebagai masyarakat pasar produksi barang-barang
dunia. Barang-barang terbaru yang bermerk internasional akan menjadi incaran
masyarakat kita. Perilaku itu bahkan dicontohkan juga oleh kalangan pejabat
kita dan artis-artis yang sering muncul di televisi. Kita tidak paham bahwa
dengan kita menjadi masyarakat konsumtif maka yang diuntungkan hanyalah pabrik
yang memproduksi barang tersebut di luar negeri. Pabrik itu sama sekali tidak
menciptakan lapangan kerja di Indonesia dan hanya menjadikan bangsa Indonesia
sebagai pasar potensial mereka. Tidak heran pemerintah seringkali mengadakan
kebijakan impor untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya yang konsumtif. Akan
tetapi, anehnya kebijakan ini juga diprotes oleh masyarakat kita. Kita tidak
sadar bahwa kita juga ikut berperan aktif dalam kebijakan impor pemerintah
tersebut, karena perilaku kita sendiri yang menjunjung tinggi produk
internasional.
Pernyataan
itu bukan berarti bahwa bahasa Inggris tidak patut untuk dipelajari, akan
tetapi keseimbangan antara pengetahuan bahasa asing, bahasa Indonesia, dan
bahasa daerah harus diadakan di Indonesia. Hal itu bertujuan agar bahasa daerah
dan bahasa Indonesia tidak terasing di negaranya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar