Kamis, 03 Oktober 2019

Romantisme Masa Lalu, Eksodus Perusahaan Jawa Barat, dan Relasi Politik



Masih ingatkah kalian peristiwa dimana bangsa Indonesia menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing? Negara menasionalisasi perusahaan milik Belanda antara lain Bank Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij (Bank Dagang Negara), Bank De Nationale Handelsbank N. V (Bank Umum Negara), N.V Nederlandsche Handels Maatschappij (Bank Exim), Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij/KNILM (Garuda Indonesia). Kemudian masih ingatkah semangat anti asing yang digaungkan Sukarno? Peristiwa yang terjadi sejak pergolakan di daerah berkobar dan dibentuknya negara boneka Malaysia. Peristiwa itu membuat Indonesia sangat anti dengan yang kebarat-baratan termasuk modal asing.

Hal itu juga membawa Indonesia masuk ke dalam salah satu blok yang sedang menjalani konflik perang dingin. Keadaan berubah ketika Suharto berkuasa, dia membuka modal asing untuk masuk ke Indonesia seluas-luasnya. Secara ekonomi, Suharto mampu membaca gerak ekonomi dunia dan mampu mengatasi krisis yang terjadi di tahun 1965. Akan tetapi secara politik, Suharto adalah orang yang memiliki tangan berlumuran darah. Hingga dewasa ini, keran investasi terus dibuka seluas-luasnya. Akan tetapi banyak hal unik yang terjadi beberapa diantaranya adalah sikap buruh yang terus meminta upah yang layak dan sikap masyarakat pada umumnya yang menolak investasi dan terjebak dalam romantisme masa lalu.
Menurut penulis, kita perlu menganalisis beberapa hal terkait dengan pernyataan diatas. Salah satu hal yang patut kita cermati adalah eksodus perusahaan-perusahaan di wilayah jawa barat khususnya Bekasi dan Karawang ke wilayah Yogyakarta. Eksodus itu terjadi karena Upah Minimum Regional di wilayah Bekasi dan Karawang dianggap terlalu tinggi, yaitu kurang lebih 4,2 juta rupiah. Sedangkan di wilayah Yogyakarta Upah Minimum Regionalnya sebesar 1,5 juta rupiah. Indonesia sangat beruntung sebab para pengusaha tidak eksodus ke luar negeri. Peristiwa eksodusnya perusahaan-perusahaan tersebut tidak terlepas dari tuntutan para buruh yang kerap kali meminta kenaikan upah setiap tahunnya.
Perlu kita ketahui, di wilayah jawa barat terdapat tiga buah kelas perusahaan yang mampu menggaji karyawannya. Kelas pertama adalah perusahaan otomotif yang mampu menggaji karyawan diatas Upah Minimum Regional bahkan itu belum termasuk uang lembur. Kelas kedua adalah perusahaan elektronik yang mampu menggaji karyawan disekitar Upah Minimum Regional. Kelas ketiga adalah perusahaan konveksi yang mampu menggaji karyawan dibawah Upah Minimum Regional. Terkadang beberapa perusahaan bahkan melakukan cara-cara yang tidak baik agar perusahaannya dapat terus beroperasi. Salah satu cara mereka adalah memecat karyawan sebelum hari raya dan merekrutnya kembali setelah hari raya. Hal itu dilakukan karena perusahaan diwajibkan mengeluarkan Tunjangan Hari Raya untuk karyawannya.
Selain itu, terdapat beberapa masalah terkait undang-undang dan relasi politisi dengan pengusaha yang bersifat transaksional. Relasi politik memang harus ada agar investasi dapat berjalan dengan lancar. Akan tetapi keberpihakan terhadap buruh harus diutamakan dengan memberikan rasa keadilan bagi pengusaha dan buruh. Jika tidak demikian pengusaha akan pergi dan buruh tidak mendapatkan pekerjaan atau buruh akan terus melakukan demo untuk menuntut keadilan. Buruh juga harus memiliki perhitungan yang cermat agar para pengusaha tidak eksodus ke negeri lain. Tentu jika pengusaha eksodus saya yakin dengan mudah buruh dan masyarakat akan menyalahkan pemerintah. Padahal peristiwa itu terjadi karena ulah kita sendiri.
Menurut penulis, buruh harus memiliki wakil yang duduk di parlemen untuk memperjuangkan hak-haknya. Selama ini, undang-undang yang dihasilkan oleh para politisi tidak mampu menyerap psikologis buruh di lapangan. Oleh sebab itu, keterwakilan kaum buruh harus ada di parlemen. Bahkan menurut penulis harus dibentuk partai buruh agar kaum buruh tidak terus ditunggangi oleh politisi-politisi oportunis semata.
Tindakan politisi-politisi yang tidak berpihak inilah yang mengingatkan kita kepada romantisme masa lalu era Demokr  asi Terpimpin. Pemikiran ini dapat mulai digerus dengan cara memilih wakil-wakil rakyat yang memang berpihak kepada masyarakat bukan kepada partai atau kepentingan tertentu. Masyarakat umum juga perlu membuka wawasan bahwa investasi itu penting untuk membuka lapangan kerja. Jika masyarakat pada umumnya berpikiran anti investasi maka negara ini harus memiliki garis yang sama dengan korea utara. Akan tetapi perkembangan negara itu sangatlah terbatas, negeri-negeri komunis lainnya seperti Russia dan China telah membuka diri untuk investasi asing. Bahkan dewasa ini, China menjadi kekuatan ekonomi baru di dunia yang berani menantang Amerika Serikat.
Berdasarkan sejarah, perkembangan industri China memiliki konsep yang sama dengan Jepang. Mereka melakukan teknik Copy and Modified, yaitu dengan cara membeli barang dari luar negeri dan memodifikasinya. China melakukan hal itu mulai dari industri rumahan, tidak heran jika di tahun 90an kita mengenal istilah “ah barang china pasti”. Istilah itu merujuk kepada konotasi negatif yang memiliki arti barang mudah rusak. Akan tetapi dewasa ini, industri rumahan di china telah menjadi perusahaan-perusahaan besar salah satunya adalah Alibaba. Bukan tidak mungkin Indonesia menerapakan hal serupa dan menyaingi China, Jepang, dan Amerika Serikat jika semua elemen bangsa saling mendukung.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar