Rabu, 04 September 2019

Rasisme Adalah Sekat Persatuan Bangsa


Saya sangat mengutuk peristiwa rasisme yang terjadi di Malang dan Surabaya. Hal itu tidak terlepas dari prinsip saya bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dibangun bukan atas dasar suku, ras, dan agama tertentu yang merasa paling unggul atau paling berperan. Kemerdekaan Indonesia diraih atas dasar perjuangan bersama.

            Berbicara tentang rasisme tentu tidak terlepas dari latar belakang persitiwa sejarah yang pernah dialami bangsa Indonesia dan kesalahan guru-guru sejarah dewasa ini juga termasuk saya. Bangsa Indonesia ketika dijajah oleh Belanda dianggap sebagai monyet dan anjing oleh bangsa Belanda. Bahkan saya ingat betul ketika sedang mencari sumber sejarah dan menemukan poster yang ada di kolam renang bangsa Eropa bertulisakan “monyet dan anjing dilarang masuk”. Kalimat itu ditujukan kepada bangsa Indonesia yang dianggap memiliki peradaban rendah dan bahkan tidak beradab bagi mereka. Saya juga menemukan sebuah tulisan pengalaman Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat ketika menghadiri pesta perayaan seorang Belanda. Beberapa tamu undangan menyindirnya dengan menggunakan bahasa Belanda “Hai kawan lihat monyet itu ternyata juga bisa minum-minuman Eropa tapi pakaiannya sungguh memalukan”. Kebetulan waktu itu Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat menggunakan pakaian bangsawan keraton. Orang-orang Belanda itu mengira bahwa Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat tidak mengerti bahasa Belanda. Kemudian, Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat menghampiri mereka dan mereka pergi karena telah mengetahui bahwa Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat mengerti bahasa Belanda.
            Menurut professor Ariel Heryanto, pemikiran rasis ini terwarisi kepada bangsa Indonesia sehingga saudara kita yang berwarna kulit berbeda dianggap tidak beradab. Saya mengiyakan akan pernyataan tersebut. Beberapa mental rasis, superior dan inferior dapat kita pahami dengan melihat pernyataan Sukarno dan beberapa bukti sejarah lainnya. Sukarno pernah mengatakan bahwa “Kita Bangsa Besar, bukan bangsa tempe! Jangan bermental tempe!”. Kalimat Sukarno ini memiliki makna bahwa bangsa Indonesia memiliki kekuatan yang besar dan tidak boleh lemah dihadapan bangsa lain. Inilah yang dinamakan mental inferior, mental ini ada karena memandang seseorang, kelompok atau bangsa memiliki kekuatan yang lebih besar (superior). Beberapa peristiwa sejarah pernah saya temukan terutama ketika bangsa Eropa datang ke tanah Indonesia. Mereka melihat bangsa Indonesia tidak beradab karena menggunakan pakaian dari kain. Sedangkan dari sudut pandang bangsa Indonesia khususnya yang berada di garis kemiskinan menganggap bahwa bangsa Eropa sangat beradab karena menggunakan pakaian modern pada masanya. Perkembangan pemikiran rasis kemudian dipupuk oleh bangsa Eropa dengan membagi struktur sosial menjadi tiga buah kelas. Kelas pertama diisi oleh bangsa Eropa, kedua oleh Timur Asing, dan ketiga diisi oleh bangsa Indonesia.
            Sekat-sekat rasis ini kemudian didobrak dengan lahirnya Indische Partij yang mengedepankan prinsip Indie voor Indiers demi terwujudnya persatuan. Hindia untuk orang Hindia, prinsip ini memberikan pengertian bahwa semua orang dari suku, ras, dan agama manapun yang menganggap tanah Hindia adalah tanah kelahirannya maka orang itu adalah saudara kita sebangsa dan setanah air. Prinsip inilah yang menjadi dasar saya dalam mengajar untuk menghapus sekat-sekat SARA yang mulai kembali dibentuk oleh para politisi demi mendapatkan kedudukan. Saya memberikan contoh jika bangsa Indonesia tidak memiliki A. R. Baswedan dari keturunan Arab yang diutus untuk mendapatkan pengakuan Mesir maka Indonesia tidak akan pernah berdiri. Kemudian jika bangsa Indonesia tidak memiliki laksamana John Lie maka Indonesia tidak akan pernah mampu menghadapi blokade Belanda ketika agresi militer berlangsung. Saya selalu menekankan kepada siswa bahwa semua suku, bangsa, dan agama di Indonesia memiliki peran yang besar untuk kemerdekaan. Oleh sebab itu, sejarah tidak boleh digunakan untuk mewarisi kebencian kepada generasi selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar